Operasi Ikan Paus yang Menyayat KKO-Marinir TNI AL
“Jika Bung Karno Hitam maka KKO hitam dan jika Bung Karno Putih maka KKO putih”
Itulah slogan dari korps Hantu laut KKO-Marinir TNI AL ketika menunjukan loyalitas mereka terhadap presiden Soekarno ketika orde lama. Angkatan Laut termasuk KKO merupakan korps yang paling menentang orde baru. Paling tidak mereka bisa membebaskan diri dari pengaruh orde baru hingga tahun 1969. Bahkan KKO sendiri turut dalam membantu penerbitan media dwi mingguan El Bahar yang merupakan media yang sangat kritis terhadap pemerintahan orde baru. Komodor R. S. Puguh yang masih keponakan dari presiden Sukarno adalah pengasuhnya sedangkan kantor redaksi El Bahar terletak di dalam komplek KKO.
Angkatan laut termasuk KKO selaku golongan pendukung Soekarno akhirnya pelan-pelan dihabisi. Tahun 1968, Hartono selaku Komandan Jenderal KKO diberhentikan secara halus. Selajutnya Hartono dijadikan duta besar di Pyongyang, korea Utara. Tahun 1969, Laksamana Mulyadi selaku pimpinan tertinggi AL mengundurkan diri. Ketika itu bisa dibayangkan betapa tekanan terhadap Angkatan Laut oleh orde baru begitu besar. Mulyadi juga bernasib seperti Hartono, dijadikan duta besar di Moskow, Uni Sovyet. Baik Uni Sovyet maupun Korea Utara adalah Negara Sosialis.
Selain dua perwira tinggi tadi, masih ada Komodor RS Puguh, laksamana Djatijan dan Komodor Syamsu mulai disingkirkan. Dimasa-masa “pembersihan Jenderal” itu, otonomi KKO dikebiri. Dimana struktur komando-nya berada dibawah komando panglima AL. Dimana komando tertinggi AL berada dibawah Laksamana Sudomo. Sudomo dikenal sebagai kolega Jenderal Suharto. Setidaknya sejak operasi pembebasan mandala trikora di Papua.
Banyak cerita yang tidak menyenangkan yang harus disimpan korps ini. Dimasa Sukarno, loyalitas korps ini begitu besar. Korps ini mungkin satu-satunya korps yang menolak keberadaan orde baru sebagai prajurit yang loyal kepada Pemimpin Besar revolusi. Sebaliknya Sukarno begitu berharap banyak dari KKO di akhir kekuasaannya. Ketika Sukarno mendengar berita akan ada penyergapan ke istana oleh RPKAD—berdasar laporan dari Brigadir Jenderal Suadi yang baru pulang dari pos-nya sebagai Duta Besar di Ethiopia—Sukarno langsung menghubungi Hartono. Tujuan Sukarno tidak lain meminta jaminan ulang atas dukungan KKO—dengan kata lain Sukarno mempertanyakan apakah KKO siap berhadapan dengan RPKAD yang akan mengepung istana. Hartono masih konsisten pada ucapannya untuk mendukung Sukarno, walaupun posisi Sukarno sedang berada diujung tanduk.
Pasca meletusnya G 30 S gagal, penguasa baru menjadi paranoid terhadap kaum komunis yang mungkin akan membunuhnya di suatu hari. Aksi penguasa baru yang memperalat pasukan Komando Angkatan Darat itu tidak lain dari cari muka saja. Menciptakan musuh bersama untuk mempertahankan kekuasaannya dengan dukungan militer. Suharto yang opurtunis itu melakukan pembersihan atas orang-orang Sukarno yang bisa mengancamnya di suatu hari.
Diawal kekuasaan orde baru, KKO adalah korps elit anti orde baru yang tersisa. Ketika pendukung Sukarno—yang tidak jarang dicap juga sebagai pendukung G 30 S—lainnya melemah, KKO terus melawan dan masih menganggap Sukarno adalah presiden mereka. Suharto dengan kekuatan Angkatan Darat yang digenggamnya berusaha melakukan pembersihan unsur-unsur anti orde baru di berbagai kesatuan militer. Laksamana (Laut) Muljadi tidak mau memenuhi tuntutan AD dan Suharto. Belakangan Panglima AL ini digeser dan bukan tidak mungkin dicap sebagai pendukung dalam sejarah orde baru.
Ditubuh Angkatan Laut, Suharto lalu menciptakan Operasi Ikan Paus untuk menghabisi pengikut Sukarno di KKO. Sebagai prajurit, Hartono begitu loyal pada Presiden yang memang panglima tertinggi Angkatan Bersenjata. Ucapan dari prajurit senior KKO yang menjadi panglima KKO itu berbuntut panjang ketika penguasa baru naik panggung sejarah Indonesia. Hartono akhirnya harus tewas secara misterius di tahun 1970—ketika Hartono menjadi Duta Besar RI di Korea Utara. Konon ini juga bagian dari Operasi Ikan Paus. Korps ini kerap “dituduh” akan mengembalikan kekuasaan Sukarno.
Sumber tulisan (Kutipan dari Buku “Hantu Laut KKO-Marinir TNI AL)
“Jika Bung Karno Hitam maka KKO hitam dan jika Bung Karno Putih maka KKO putih”
Itulah slogan dari korps Hantu laut KKO-Marinir TNI AL ketika menunjukan loyalitas mereka terhadap presiden Soekarno ketika orde lama. Angkatan Laut termasuk KKO merupakan korps yang paling menentang orde baru. Paling tidak mereka bisa membebaskan diri dari pengaruh orde baru hingga tahun 1969. Bahkan KKO sendiri turut dalam membantu penerbitan media dwi mingguan El Bahar yang merupakan media yang sangat kritis terhadap pemerintahan orde baru. Komodor R. S. Puguh yang masih keponakan dari presiden Sukarno adalah pengasuhnya sedangkan kantor redaksi El Bahar terletak di dalam komplek KKO.
Keterangan Gambar : Jenderal Hartono KKO
Angkatan laut termasuk KKO selaku golongan pendukung Soekarno akhirnya pelan-pelan dihabisi. Tahun 1968, Hartono selaku Komandan Jenderal KKO diberhentikan secara halus. Selajutnya Hartono dijadikan duta besar di Pyongyang, korea Utara. Tahun 1969, Laksamana Mulyadi selaku pimpinan tertinggi AL mengundurkan diri. Ketika itu bisa dibayangkan betapa tekanan terhadap Angkatan Laut oleh orde baru begitu besar. Mulyadi juga bernasib seperti Hartono, dijadikan duta besar di Moskow, Uni Sovyet. Baik Uni Sovyet maupun Korea Utara adalah Negara Sosialis.
Selain dua perwira tinggi tadi, masih ada Komodor RS Puguh, laksamana Djatijan dan Komodor Syamsu mulai disingkirkan. Dimasa-masa “pembersihan Jenderal” itu, otonomi KKO dikebiri. Dimana struktur komando-nya berada dibawah komando panglima AL. Dimana komando tertinggi AL berada dibawah Laksamana Sudomo. Sudomo dikenal sebagai kolega Jenderal Suharto. Setidaknya sejak operasi pembebasan mandala trikora di Papua.
Banyak cerita yang tidak menyenangkan yang harus disimpan korps ini. Dimasa Sukarno, loyalitas korps ini begitu besar. Korps ini mungkin satu-satunya korps yang menolak keberadaan orde baru sebagai prajurit yang loyal kepada Pemimpin Besar revolusi. Sebaliknya Sukarno begitu berharap banyak dari KKO di akhir kekuasaannya. Ketika Sukarno mendengar berita akan ada penyergapan ke istana oleh RPKAD—berdasar laporan dari Brigadir Jenderal Suadi yang baru pulang dari pos-nya sebagai Duta Besar di Ethiopia—Sukarno langsung menghubungi Hartono. Tujuan Sukarno tidak lain meminta jaminan ulang atas dukungan KKO—dengan kata lain Sukarno mempertanyakan apakah KKO siap berhadapan dengan RPKAD yang akan mengepung istana. Hartono masih konsisten pada ucapannya untuk mendukung Sukarno, walaupun posisi Sukarno sedang berada diujung tanduk.
Pasca meletusnya G 30 S gagal, penguasa baru menjadi paranoid terhadap kaum komunis yang mungkin akan membunuhnya di suatu hari. Aksi penguasa baru yang memperalat pasukan Komando Angkatan Darat itu tidak lain dari cari muka saja. Menciptakan musuh bersama untuk mempertahankan kekuasaannya dengan dukungan militer. Suharto yang opurtunis itu melakukan pembersihan atas orang-orang Sukarno yang bisa mengancamnya di suatu hari.
Diawal kekuasaan orde baru, KKO adalah korps elit anti orde baru yang tersisa. Ketika pendukung Sukarno—yang tidak jarang dicap juga sebagai pendukung G 30 S—lainnya melemah, KKO terus melawan dan masih menganggap Sukarno adalah presiden mereka. Suharto dengan kekuatan Angkatan Darat yang digenggamnya berusaha melakukan pembersihan unsur-unsur anti orde baru di berbagai kesatuan militer. Laksamana (Laut) Muljadi tidak mau memenuhi tuntutan AD dan Suharto. Belakangan Panglima AL ini digeser dan bukan tidak mungkin dicap sebagai pendukung dalam sejarah orde baru.
Ditubuh Angkatan Laut, Suharto lalu menciptakan Operasi Ikan Paus untuk menghabisi pengikut Sukarno di KKO. Sebagai prajurit, Hartono begitu loyal pada Presiden yang memang panglima tertinggi Angkatan Bersenjata. Ucapan dari prajurit senior KKO yang menjadi panglima KKO itu berbuntut panjang ketika penguasa baru naik panggung sejarah Indonesia. Hartono akhirnya harus tewas secara misterius di tahun 1970—ketika Hartono menjadi Duta Besar RI di Korea Utara. Konon ini juga bagian dari Operasi Ikan Paus. Korps ini kerap “dituduh” akan mengembalikan kekuasaan Sukarno.
Sumber tulisan (Kutipan dari Buku “Hantu Laut KKO-Marinir TNI AL)
kesetiaan memang berbuah pahit
BalasHapusSlotty Bingo & Casino Slots - Mapyro
BalasHapusLooking 여주 출장샵 for Slotty 충청남도 출장안마 Bingo & Casino Slots? ➤ Find the BEST slotty casino slots in 문경 출장샵 Las Vegas and play 영천 출장샵 them for FREE! 경주 출장샵